Pemerintah Diminta Review Subsidi Listrik Kenapa

Jakarta, CNBC Indonesia - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta kepada pemerintah untuk melakukan review terkait pemberian subsidi listrik kepada masyarakat.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, hal ini perlu dilakukan karena sejak tahun 2002 tidak pernah ada penyesuaian.
"Tarif listrik kita dari 450 VA atau bahkan 900, golongan 450 VA sejak tahun 2002 belum ada penyesuaian," paparnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Senin (26/07/2021).
Selama ini harga listrik yang dibayarkan pelanggan jauh lebih murah dari harga sebenarnya karena subsidi yang besar dari pemerintah. Oleh karena itu, pihaknya memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk berani mengkaji ulang mekanisme pemberian subsidi listrik ini.
"Subsidi lebih besar dari tarif yang dibayarkan konsumen, ini kami rekomendasikan pemerintah berani review," ujarnya.
Namun demikian, menurutnya, ini bukan berarti subsidi dihilangkan, melainkan subsidi diberikan dengan lebih kreatif dan cerdas. Misalnya, dibatasi pemakaiannya, maksimal 50 kilo Watt hour (kWh) per bulan.
"Misal batasi pemakaian maksimal, kalau sudah lewati 50 kWh per bulan, maka subsidi gak dibayar untuk 50 kWh ke atas," paparnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, jika subsidi diberikan secara penuh kepada masyarakat, maka tidak akan ada niatan untuk menghemat pemakaian listrik dari masyarakat. Pasalnya, masyarakat sudah merasa dibayarkan oleh pemerintah, apalagi dengan adanya diskon dan lainnya.
"Karena dengan subsidi ini diberikan full (penuh), gak ada masyarakat hemat listrik. Merasa dibayar dan ada diskon dan lainnya lebih konsumtif ini harus dievaluasi," lanjutnya.
Tren subsidi listrik sejak 2015 sampai dengan tahun 2021 mengalami tren penurunan dibandingkan dengan 2013 dan 2014. Subsidi listrik tahun 2013 mencapai Rp 101,2 triliun dan tahun 2014 sebesar Rp 99,3 triliun.
Angka subsidi listrik turun drastis pada 2015 menjadi Rp 56,55 triliun. Lalu, pada 2016 subsidi listrik naik tipis menjadi sebesar Rp 58,04 triliun.
Berdasarkan data paparan yang disampaikan Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Ida Nurhayatin Finahari, disebutkan bahwa pada 2015 sampai dengan tahun 2016 sebanyak 12 golongan pelanggan diterapkan penyesuaian tarif atau tariff adjusment (tidak disubsidi).
"Sesuai dengan UU No 30 Tahun 2007 tentang energi, dan UU No 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan bahwa pemerintah dan pemda sediakan dana kelompok masyarakat tidak mampu," jelasnya dalam diskusi acara Ruang Energi, Kamis (22/07/2021).
Kemudian, subsidi listrik pada 2017 turun menjadi sebesar Rp 45,74 triliun, namun pada 2018 meningkat lagi menjadi Rp 48,10 triliun, lalu tahun 2019 kembali meningkat menjadi Rp 51,71 triliun, dan pada 2020 karena ada pandemi turun menjadi Rp 47,99 triliun.
Tahun 2021 ini pemerintah memproyeksikan subsidi listrik akan naik menjadi kisaran Rp 53,59 triliun. Dalam paparannya, disampaikan bahwa pada 2017-2021 sebagian golongan rumah tangga 900 VA (R1/900VA-RTM) tidak disubsidi.
"Tahun 2020 realisasi subsidi listrik Rp 47,99 triliun dan tahun 2021 sebesar Rp 53,59 triliun sesuai APBN," jelasnya.
Namun perlu dicatat, bahwa untuk tarif non subsidi sejak 2017 tidak mengalami kenaikan, sehingga walau tidak dimasukkan ke dalam bagian subsidi di APBN, ini dimasukkan ke dalam klausul "kompensasi".
Pasalnya, pemerintah juga memberikan kompensasi kepada PT PLN (Persero) atas tarif golongan pelanggan non subsidi yang tidak mengalami penyesuaian tarif sesuai dengan parameter yang digunakan, antara lain inflasi, harga minyak mentah (ICP), nilai tukar, dan harga batu bara.
[Gambas:Video CNBC]
0 Response to "Pemerintah Diminta Review Subsidi Listrik Kenapa"
Post a Comment